Change Your Language

 

ERLAMYCETIN CHORAMPHENICOL SALEP MATA

0 komentar

ERLAMYCETIN CHORAMPHENICOL SALEP MATA
Indikasi
Blepharitis, Catarrhae, Conjunctivitis, traumatic keralitis, trachoma, ulcerative keratitis.

Komposisi
Tiap gram salep mata ERLAMYCETIN mengandung chloramphenicol base 1% dalam basis salep mata yang sesuai.

Cara Kerja Obat
Chloramphenicol adalah antibiotika spektrum luas, bersifat bakteriostatika terhadap beberapa spesies dan pada keadaan tertentu bekerja sebagai bakterisida. Chloramphenicol menghambat sintesa protein bakteri dengan cara mengganggu transfer asam amino.

Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap Chloramphenicol.

Aturan Pakai
Oleskan pada mata yang sakit 3 – 4 kali sehari selama 10 sampai 15 hari. Atau menurut petunjuk dokter.

Kemasan
Tube @ 3,5 g

Cara Penyimpanan
Simpan pada suhu dibawah 30 derajat celcius, terlindung dari cahaya.

Harus dengan resep dokter
PT ERELA
Semarang – Indonesia
0504.1701/MO1-02
Read more...

Masalah - Masalah Sistem Reproduksi Wanita

0 komentar

Masalah - Masalah Sistem Reproduksi Wanita
Sistem reproduksi wanita merupakan suatu sistem fisiologi yang amat penting bagi wanita. Sehingga masalah – masalah yang berkaitan dengan sistem reproduksi penting untuk diketahui.  Kepercayaan diri dan kesegaran seorang wanita berawal dari kesehatan sistem reproduksinya. Bagaimanapun juga jika seorang wanita sedang melakukan aktivitas kemudian mengalami sakit  haid sudah tentu aktivititasnya tersebut akan ikut terganggu.

Masalah – masalah yang sering dihadapi wanita diantaranya siklus haid, nyeri haid, keputihan dan pasca bersalin.

Siklus Haid
Siklus haid yang normal adalah 28 hari, tetapi ada pula yang siklus haidnya 25 atau 35 hari sekali. Ini merupakan hal yang biasa dan tidak perlu dihiraukan dan menjadi masalah.

Dalam setiap permulaan silus, ovum menjadi di dalam ovarium. Akibat rangsangan hormon estrogen, lapisan darah baru akan terbentuk di dalam rahim. Saat pertengahan siklus haid, ovum dilepaskan dari ovarium. Ovum akan bergerak menuju rahim melaluisaluran tuba fallopi (ovulasi). Pada masa ini, hormon progesteron akan dilpaskan untuk menambah ketebalan lapisan darah dalam uterus.
Apabila ovum tidak dibuahi oleh sperma, ovum akan hancur dan dikeluarkan tubuh, dan lapisan tebal darah didalam uterus akan meluruh sebagai haid.
Bersambung.............
Read more...

Contoh Obat-Obat Yang Terbukti Bersifat Teratogenik Pada Manusia

0 komentar


Obat
Efek teratogenik
metotreksat
Malformasi SSP, mata, telinga, tangan dan kaki
Dietilstilbestrol (DES)
Kanker vagina
Karbamazepin, Asam valproat
Cacat tabung saraf
fenitoin
Fetal hydanatoin syndrome
thalidomide
Phocomelia
warfarin
Tulang rangka, SSP
Alkohol
Fetal alcohol syndrome
isotretinoin
SSP, craniofacial, jantung
Tetrasiklin
Tulang gigi
ACE inhibitor
Gagal ginjal, tengkorak
sikofosfamid
Cleft palate, ginjal tidak terbentuk
Read more...

Indikasi Furosemide

0 komentar


Indikasi


Furosemida efektif untuk pengobatan berbagai edema seperti:
Edema karena gangguan jantung.
Edema yang berhubungan dengan ganguan ginjal dan sirosis hati.
Supportive measures pada edema otak.
Edema yang disebabkan luka bakar.
Untuk pengobatan hipertensi ringan dan sedang.
Pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan.

Komposisi


Tiap tablet mengandung furosemida 40 mg

Tiap ml injeksi mengandung furosemida 10 mg

Cara Kerja Obat
Furosemida adalah suatu derivat asam antranilat yang efektif sebagai diuretik. Mekanisme kerja furosemida adalah menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli ginjal.
Furosemida meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida, kalium dan tidak mempengaruhi tekanan darah yang normal.
Dosis
Tablet
Edema dan hipertensi pada orang dewasa dan anak – anak :
Dewasa :
sehari 1 – 2 kali, 1 – 2 tablet.
Dosis maksimum adalah 5 tablet sehari.
Dosis pemeliharaan adalah 1 tablet selang 1 hari.
Anak – anak:
Sehari 1 – 3 mg per kg bb/hari, maksimum 40 mg/hari.
Injeksi
Dewasa atau > dari 15 tahun  : dosis awal : 20 – 40 mg i.v. atau i.m.
Bila hasilnya belum memuaskan, dosis dapat ditingkatkan 20 mg tiap interval waktu 2 jam sampai diperoleh hasil yang memuaskan.
Dosis individual : 20 mg, 1 - 2 kali sehari.
Edema paru – paru akut
Dosis awal : 40 mg i.v.
Bila diperlukan dapat diberikan dosis lanjutan 20 – 40 mg setelah 20 menit.
Forced diuresis (diuresis yang dipaksakan)
20 – 40 mg furosemida diberikan sebagai tambahan dalam infus elektrolit.
Selanjutnya tergantung pada eliminasi urin, termasuk penggantian cairan dan elektrolit yang hilang.
Pada keracunan karena asam atau basa, kecepatan eliminasi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan keasaman atau kebasaan urin.
Bayi dan Anak – anak < 15 tahun
Pemakaian parenteral hanya diberikan pada kondisi yang mengancam jiwa.
i.v. atau i.m. : sehari 1 mg/kg bb, maksimum 20 mg sehari.
Selanjutnya terapi parenteral harus secepatnya diganti secara oral.

Peringatan dan Perhatian
Pemberian furosemida pada pasien diabetes melitus, gula darah dan urin harus diperiksa secara teratur.
Pemberian perlu pengawasan ketat dan dosis harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Dianjurkan untuk memulai dosis kecil.
Perlu dilakukan pemeriksaan berkala terhadap susunan elektrolit untuk mengetahui kemungkinan  terjadinya ketidakseimbangan.
Pasien diharuskan melapor bila terjadi gejala penurunan level serum kalium (diare, muntah, anoreksia).
Penderita yang diketahui sensitif terhadap sulfonamida dapat menunjukkan reaksi alergi dengan furosemida.
Hindari penggunaan pada penderita edema paru – paru dan tekanan darah menurun sebagai akibat dari infark miokard, diuresis berlebih karena dapat menimbulkan shock.

Efek Samping
Efek samping jarang terjadi dan relatif ringan seperti : mual, muntah, diare, ruam kulit, pruritus dan penglihatan kabr, pemakaian furosemida dengan dosis tinggi atau pemberian dengan jangka waktu lama dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan elektrolit.
Hiperglikemia.
Reaksi dermatologik seperti : urtikaria dan eritema multiforma.
Gangguan hematologik seperti : agranulositosis, anemia, trombositopenia.

Kontraindikasi
Pasien dengan gangguan defisiensi kalium, glomerolunefritis akut, insufisiensi ginjal akut, wanita hamil dan pasien yang hipersensitif terhadap furosemida.
Anuria.
Ibu menyusui.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Read more...

Teosal

0 komentar

Komposisi
Tiap tablet mengandung:
Salbutamol       1  mg
Theophylline  130 mg

Farmakologi
Salbutamol merupakan suatu senyawa selektif merangsang reseptor β-2 adrenergik pada otot bronkus.
Theophylline merupakan turunan methylxanthine yang mempunyai efek antara lain merangsang susunan saraf pusat dan melemaskan otot polos terutama bronkus.

Indikasi
Sebagai bronkodilator pada penderita asma dan bronkitis kronis.

Kontraindikasi
Hipertiroidisme.
Tirotoksiklasi.
Penderita tukak lambung.
Penderita yang hipersensitif terhadap salah satu komponen obat.

Dosis:
Dewasa                             : 3 kali sehari, 1 tablet.
Anak – anak 6 – 12 tahun  : 3 kali sehari, ½ tablet

Peringatan dan Perhatian
Hati – hati penggunaan pada penderita dengan hipertiroidisme, penyakit jantung, dan hipertensi berat.
Hati – hati penggunaan pada penderita penyakit hati, epilepsi dan laktasi, wanita hamil, anak – anak dibawah 6 tahun, penderita usia diatas 55 tahun terutama pada pria dan pada penderita penyakit paru – paru kronik.
Jangan diberikan bersama – sama obat dari golongan Beta-blocker.
Hati – hati pemberian pada hipoksemia.
Dapat terjadi retensi urin pada penderita hipertropfi prostat.
Dapat mengiritasi saluran gastrointestinal.

Efek Samping
Pada dosis yang dianjutkan tidak ditemukan efek samping yang serius.
Pada dosis besar dapat menyebabkan tremor halus pada otot skelet, palpitasi, takikardia, sakit kepala.
Gejala yang mungkin timbul yaitu gangguan pada lambung seperti rasa mual, muntah.
Pada anak – anak bisa terjadi : hematemesis, stimulasi SSP-diaforesis dan demam.
Reaksi hipersensitivitas : angioedema, urtikaria, bronkospasm, hipotensi, dan kolaps pernah dilaporkan tetapi jarang.
Hipokalemia.

Interaksi Obat
Theophylline bersifat antagonis terhadap aktivitas urikosurik dari turunan pirazolon terhadap probenesid dan terhadap sulfinpirazon.

Harus Dengan Resep Dokter
Read more...

Glibenclamide

0 komentar

Komposisi
Tiap kaptab mengandung glibenklamida 5 mg

Cara kerja obat
Glibenklamida adalah hipoglikemik oral derivat sulfonil urea yang bekerja aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenklamia bekerja dengan merangsang sekresi insulin dari pankreas. Oleh karena itu glibenklamida hanya bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang pankreasnya masih mampu memproduksi insulin. Pada penggunaan per oral glibenklamida diabsorpsi sebagian secara cepat dan tersebar ke seluruh cairan ekstrasel, sebagian besar terikat dengan protein plasma. Pemberian glibenklamida dosis tunggal akan menurunkan kadar gula darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat bertahan selama 15 jam. Glibenklamida dieksresikan bersama feses dan sebagai metabolit bersama urin.

Indikasi
Diabetes melitus pada orang dewasa, tanpa komplikasi yang tidak responsif dengan diet saja.

Dosis
Dosis awal 1 kaptab sehari sesudah makan pagi, setiap 7 hari ditingkatkan dengan ½ - 1 kaptab sehari sampai kontrol metabolit yang optimal tercapai.
Dosis awal untuk orang tua 2,5 mg/sehari.
Dosis tertinggi 3 kaptab sehari dalam dosis terbagi.

Peringatan dan Perhatian
pada keadaan stres, terapi dilakukan harus dengan insulin.
Hati – hati bila diberikan pada orang yang lanjut usia.

Efek samping
Kadang – kadang terjadi gangguan saluran cerna seperti ; mual, muntah dan nyeri epigastrik.
Sakit kepala, demam, reaksi alergi pada kulit.

Kontraindikasi
Glibenklamida tidak boleh diberikan pada diabetes melitus juvenil, prekoma dan koma diabetes, gangguan fungsi ginjal berat dan wanita hamil.
Gangguan fungsi hati, gangguan berat fungsi tiroid atau adrenal.
Ibu menyusui :
Diabetes melitus dan komplikasi (demam, trauma, gangren).
Pasien yang mengalami oprasi.

Interaksi obat
Efek hipoglikemia ditingkatkan oleh alkohol, siklofosfamid,  antikoagulan kumarina, inhibitor MAO, fenilbutazon, penghambat beta adrenergik, sulfonamida.
Efek hipoglikemia diturunkan oleh adrenalin, kortikosteroid, tiazida.

Ket : HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Read more...

Voltadex®

0 komentar

Risiko Kardiovaskuler
AINS dapat menyebabkan peningkatan risiko kardiovaskuler serius, infark miokard, dan stroke, yang dapat berakibat fatal. Risiko ini meningkat dengan lamanya penggunaan. Pasien dengan penyakit kardiovaskuler atau yang memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskuler (lihat Peringatan)
Diclofenac sodium dikontraindikasikan untuk pengobatan nyeri pascaopratif pada bedah pintas koroner (lihat Peringatan)
AINS menyebabkan peningkatan risiko efek samping serius pada saluran cerna, termasuk perdarahan, ulserasi dan perforasi lambung atau usus, yang dapat berakibat fatal. Efek samping ini dapat terjadi kapanpun selama penggunaan, tanpa adanya gejala peningkatan. Pasien lansia berisiko lebih besar untuk efek samping serius pada saluran cerna (lihat peringatan)



Komposisi
VOLTADEX®25 mg
Tiap tablet salut enterik mengandung:
Diclofenac Sodium  25 mg

VOLTADEX®50 mg
Tiap tablet salut enterik mengandung:
Diclofenac Sodium  50 mg

Farmakologi
Diclofenac sodium adalah turunan asam fenil asetat yang memiliki khasiat antirematik, anti-inflamasi, antipiretik dan analgetik.

Indikasi
Nyeri yang disebabkan oleh inflamasi non-rematik.
Artritis rematik, osteoartritis, spondilitis ankilosa, spondiloartritis.

Kontraindikasi
Ulkus peptikum
Reaksi hipersensitif terhadap diclofenac.
Tidak diberikan pada pasien mengalami serangan asma, urtikaria atau rhinitis bila menggunakan aspirin atau antiinflamasi lainnya.

Dosis
25 – 50 mg, 3 kali sehari.
Untuk pengobatan jangka panjang cukup 75 – 100 mg sehari.
Dosis sehari jangan melebihi 150 mg.
Anak – anak umur 6 tahun atau lebih : 1 – 3 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi.
Tablet harus ditelan utuh pada waktu atau sesudah makan.

Efek Samping
Pada umumnya diclofenac sodium ditoleransi dengna baik dalam tubuh.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah gangguan saluran cerna, selain itu dapat pula pula timbul rasa sakit kepala, mual, muntah, kembung, sukar tidur, ruam kulit, dan pruritus dengan insiden yang lebih jarang terjadi.

Peringatan dan Perhatian
Efek Kardiovaskuler
Kejadian trombolitik kardiovaskuler.
Uji klinis dengan berbagai COX-2 selektif dari AINS nonselektif sampai dengan tiga tahun menunjukkan peningkatan resiko trombolitik kardiovaskuler (KV) serius, infark miokard, dan stroke yang dapat berakibat fatal. Semua AINS, baik COX-2 selektif maupun non selektif, dapat menyebabkan risiko yang sama.
Risiko meningkat pada pasien dengan penyakit KV atau memiliki faktor risiko penyakit KV. Untuk mengurangi risiko efek samping tersebut, AINS harus diberikan dengan dosis efektif terendah dan lama pengobatan sesingkat mungkin. Dokter dan pasien harus waspada terhadap terjadinya efek samping tersebut, walaupun tidak ada gejala KV sebelumnya. Pasien harus diberi informasi mengenai tanda dan/atau gejala KV serius dan langkah yang harus dilakukan jika tanda dan/atau gejala tersebut muncul.

Tidak ada bukti bahwa penggunaan bersama asetosal dapat mengurangi peningkatan risiko efek samping trobotik KV serius oleh AINS. Penggunaan AINS bersama dengna asetosal justru meningkatkan risiko efek samping serius pada saluran cerna (lihat Peringatan saluran cerna).
Hipertensi
AINS dapat menyebabkan munculnya hipertensi baru atau memperberat hipertensi yang sudah ada yang dapat berakibat pada peningkatan efek samping KV. AINS dapat menurunkan efek antihipertensi tiazid atau diuretik kuat. AINS, termasuk diclofenac sodium harus digunakan dengan hati – hati pada pasien hipertensi. Tekanan darah harus dimonitor sejak awal dan selama terapi dengan AINS.
Gagal jantung kongestif dan edema
Retensi cairan dan edema telah terlihat pada beberapa pasien yang menggunakan AINS. Diclofenac sodium harus digunakan dengna hati – hati pada pasien dengan retensi cairan atau gagal jantung
Saluran Cerna-Risiko Ulserasi, Perdarahan, dan Perforasi
AINS, termasuk diclofenac sodium, dapat menyebabkan efek samping saluran cerna serius termasuk inflamasi, perdarahan, ulserasi, dan perforasi lambung, usus kecil atau usus besar yang dapat berakibat fatal. Efek samping serius ini dapat terjadi kapanpun, dengan atau tanpa gejala peringatan. Hanya satu dari 5 pasien yang mengalami efek samping serius pada saluran cerna atas menunjukkan gejala. Ulkus pada saluran cerna atas, perdarahan, atau perforasi yang disebabkan AINS terjadi pada sekitar 1% pasien yang diobati selama 3 – 6 bulan, dan pada kira – kira 2 – 4% pasien yang diobati selama 1 tahun. Penggunaan yang lebih lama cenderung meningkatkan kemungkinan terjadinya efek samping saluran cerna serius. Namun, terapi jangka pendek bukan berarti tanpa resiko.

AINS harus diresepkan dengan sangat berhati – hati pada pasien yang memiliki riwayat penyakit tukak atau perdarahan saluran cerna. Pasien dengan riwayat tukak peptik dan atau perdarahan saluran cerna yang menggunakan AINS memiliki risiko terjadinya perdarahan saluran cerna 10 kali lipat dibandingkan dengan pasien tanpa faktor risiko tersebut. Faktor lain yang meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna adalah bersama kortikosteroid atau antikoagulan oral, penggunaan AINS yang lama, merokok, penggunaan alkohol, usia lanjut dan status kesehatan yang buruk. Sebagian besar laporan spontan efek samping saluran cerna fatal terjadi pada pasien lanjut usia atau pasien yang sangat lemah. Oleh karena itu, perhatian khusus harus diberikan dalam mengobati populasi ini.
Untuk mengurangi resiko efek samping saluran cerna pada pasien yang diobati dengan AINS, dosis efektif terendah garus diberikan dengan lama pengobatan sesingkat mungkin. Dokter dan pasien harus waspada terhadap tanda dan gejala ulserasi dan perdarahan saluran cerna selama terapi dengan AINS. Jika dicurigai adanya efek samping saluran cerna yang serius, segera dilakukan evaluasi serta pengobatan tambahan. Untuk pasien berisiko tinggi, terapi alternatif yang tidak melibatkan AINS dapat dipertimbangkan.
Karena kegagalan ginjal akut mungkin dapat terjadi pada penderita yang sudah mempunyai gangguan fungsi ginjal, maka pada penderita seperti ini pemberian diclofenac sodium harus dengan hati – hati dan fungsi ginjal harus dimonitor.
Hati – hati bila digunakan pada wanita hamil atau menyusui kecuali bila sangat diperlukan.

Interaksi Obat
-

Ket : Harus dengan resep dokter
Read more...

Captopril

0 komentar

Komposisi
Setiap tablet mengandung kaptopril 12,5 mg.
Setiap tablet mengandung kaptopril 25   mg.
Setiap tablet mengandung kaptopril 50   mg.

Cara Kerja Obat
Kaptopril merupakan obat antihipertensi dan efektif dalam penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem renin angiotensin sidosteron.
Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada globulin plasma untuk memproduksi angiotensin I yang bersifat inaktif. “Angiotensin Converting Enzyme” (ACE), akan merubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang bersifat aktif dan merupakan vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron dalam korteks adrenal.
Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal merentensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, kaptopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin II terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung, baik ‘afterload’ maupun ’fre-load’, sehingga terjadi peningkatan kerja jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak menimbulkan reflek takikardia.

Indikasi
Untuk hipertensi berat hingga sedang, kombinasi dengan tiazida memberikan efek aditif, sedangkan kombinasi dengan beta bloker memberikan efek yang kurang aditif. Untuk gagal jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis, dalam hal ini pemberian kaptopril diberikan bersama diuretik dan digitalis.

Dosis
Kaptopril harus diberikan 1 jam sebelum makan, dosisnya sangat tergantung dari kebutuhan penderita (individual).
Dewasa
Hipertensi : dosis awal : 12,5 mg tiga kali sehari.  
Bila setelah 2 minggu, penurunan tekanan darah masih belum memuaskan maka dosis dapat ditingkatkan menjadi 25 mg tiga kali sehari. Bila setelah 2 minggu lagi, tekanan darah masih belum terkontrol sebaiknya ditambahkan obat diuretik golongan tiazida misal hidroklorotiazida 25 mg setiap hari.
Dosis diuretik mungkin dapat ditingkatkan pada interval satu sampai dua minggu. Maksimum dosis kaptopril untuk hipertensi sehari tidak boleh lebih dari 450 mg.
Gagal jantung 12,5 mg – 25 mg tiga kali sehari, diberikan bersama diuretik dan digitalis, dari awal terapi harus dilakukan pengawasan medik secara ketat. Untuk penderita dengan gangguan fungsi ginjal dosis perlu dikurangi disesuaikan dengan klirens kreatinin penderita.

Peringatan dan Perhatian
Keamanan penggunaan pada wanita hamil belum terbukti, bila terjadi kehamilan selama pemakaian obat ini, maka pemberian obat harus dihentikan dengan segera.
Harus diberikan dengan hati – hati pada wanita menyusui, pemberian ASI perlu dihentikan karena ditemukan kadar dalam ASI lebih tinggi daripada kadar dalam darah ibu.
Pemberian pada anak – anak masih belum diketahui keamanannya,  sehingga obat ini hanya diberikan bila tidak ada obat lain yang efektif.
Pemakaian pada lanjut usia harus hati – hati karena sensitivitasnya terhadap efek hipotensif.
Hati – hati pemberian pada penderita penyakit ginjal.
Pengobatan agar dihentikan bila terjadi gejala – gejala angiodema seperti bengkak mulut, mata, bibir, lidah, laring juga sukar menelan, sukar bernafas dan serak.
Konsultasikan ke dokter bila menggunakan suplemen potassium, potassium sparing diuretic dan garam – garam potassium.
Pemakaian obat penghambat ACE pada kehamilan dapat menyebabkan gangguan/klainan organ pada fetus atau neonatus, bahkan dapat menyebabkan kematian fetus atau neonatus.
Pada kehamilan trimester II dan III dapat menimbulkan gangguan antara lain : hipotensi, hipoplasia tengkorak neonatus, anuria, gagal ginjal reversible atau ireversible dan kematian. Juga dapat terjadi oligohidramnios, deformasi kraniofasial, perkembangan paru hipoplasi, kelahiran prematur, perkembangan retardasi – intrauteri, paten duktus arteriosus.
Bayi dengan riwayat dimana selama di dalam kandungan ibunya mendapat pengobatan penghambat ACE, harus diobservasi tentang kemungkinan terjadinya hipotensi, oligouria dan hiperkalemia.
Efek Samping
Kaptopril menimbulkan proteinuria lebih dari 1 g sehari pada 0,5 % penderita dan pada 1,2 % penderita dengan penyakit ginjal. Dapat terjadi sindroma nefrotik serta membran glomerulopati pada penderita hipertensi. Karena proteinuria umumnya terjadi dalam waktu 8 bulan pengobatan maka penderita sebaiknya melakukan pemeriksaan protein urin sebelum dan setiap bulan selama 8 bulan pertama pengobatan.
Neutropenia/agranulositosis terjadi kira – kira 0,4 % penderita. Efek samping ini terutama terjadi penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Neutropenia ini muncul dalam 1 – 3 bulan pengobatan, pengobatan agar dihentikan sebelum penderita terkena penyakit infeksi. Pada penderita dengan resiko tinggi harus dilakkukan hitung leukosit sebelum pengobatan, setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama pengobatan dan secara periodik. Pada penderita yang mengalami tanda – tanda infeksi akut (demam, faringitis) pemberian kaptopril harus segera dihentikan karena merupakan petunjuk adanya neutropenia.
Hipotensi dapat terjadi 1 – 1,5 jam setelah dosis pertama dan beberapa dosis berikutnya, tapi biasanya tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan rasa pusing yang ringan. Tetapi bila mengalami kehilangan cairan, misalnya akibat pemberian diuretik, diet rendah garam, dialisis, munta, diare, dehidrasi maka hipotensi tersebut menjadi lebih berat. Maka pengobatan dengan kaptopril perlu dilakukan pengawasan medik yang ketat, terutama pada penderita gagal jantung yang umumnya mempunyai tensi yang normal atau rendah. Hipotensi berat dapat diatasi dengan infus garam faal atau dengan menurunkan dosis kaptopril atau diuretiknya.
Sering terjadi ruam pruritus, kadang – kadang terjadi demam dan eosinofilia. Efek tersebut biasanya ringan dan menghilang beberapa hari setelah dosis diturunkan.
Terjadi perubahan rasa (taste alteration), yang biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama dan menghilang meskipun obat diteruskan.
Retensi kalium ringan sering terjadi, terutama pada penderita gangguan ginjal, sehingga perlu diuretik yang meretensi kalium seperti amilorida dan pemberiannya harus dilakukan dengan hati – hati.

Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap kaptopril atau penghambat ACE lainnya (misalnya pasien mengalami angioedema selama pengobatan dengan penghambat ACE lainnya).

Interaksi Obat
Alkohol
Obat anti inflamasi terutama indometasin.
Suplemen potassium atau obat yang mengandung potassium.
Obat – obat berefek hipotensi.
Read more...

Methylprednisolone

0 komentar
Komposisi:
Methylprednisolone 4
Tiap tablet mengandung :
Metilprednisolon 4 mg

Methylprednisolone 8
Tiap tablet mengandung :
Metilprednisolon 8 mg

Methylprednisolone 8
Tiap tablet mengandung :
Metilprednisolon 16 mg

Farmakologi
Metilprednisolon adalah glukokortikoid turunan prednisolon yang mempunyai efek kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya. Metilprednisolon tidak mempunyai aktivitas retensi natrium seperti glukokortikosteroid yang lain.

Indikasi
Abnormalitas fungsi adrenokortikal, penyakit kolagen, keadaan alergi dan peradangan pada kulit dan saluran pernafaan tertentu, penyakit hematologik, hiperkalsemia sehubungan denga kanker.

Kontraindikasi
Infeksi jamur sistemik pada pasien hipersensitif.
Pemberian kortikosteroid yang lama merupakan kontraindikasi pada ulkus duodenum dan peptikum, osteoporosis berat, penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes.
Pasien sedang diimunisasi.

Dosis
Dewasa
Dosis awal dari metilprednisolon dapat bermacam – macam dari 4 mg – 48 mg per hari, dosis tunggal atau terbagi, tergantung keadaan penyakit.
Dalam sklerosis multipel:
Oral 160 mg sehari selama 1 minggu, kemudian 64 mg setiap 2 hari sekali dalam 1 bulan.
Anak – anak
Insufisiensi adrenokortikal:
Oral 0,117 mg/kg BB atau 3,33 mg per m2 luas permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi tiga.
Indikasi lain
Oral 0,417 mg – 1,67 mg /kg BB atau 12,5 mg – 50 mg per m2 luas permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi 3 atau 4.

Peringatan dan perhatian
Tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui, kecuali memang benar – benar dibutuhkan, dan bayi yang lahir dari ibu yang ketika hamil menerima terapi kortikosteroid ini harus diperiksa. Kemungkinan adanya gejala hipoadrenalism.
Pasien yang menerima terapikortikosteroid ini dianjurkan tidak divaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi, untuk mencegah kumungkinan bahaya neurologi.
Tidak dianjurkan untuk bayi dan anak – anak, karena penggunaan jangka panjang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Jika kortikosteroid digunakan pada pasien TBC laten atau Tuberculin Reactivity perlu dilakukan pengawasan yang teliti sebagai pengaktifan kembali penyakit yang terjadi.
Ada peningkatan efek kortikosteroid pada pasien dengan hipotiroid dan sirosis.
Tidak dianjurkan penggunaan pada penderita ocular herpes simplex, karena kemungkinan terjadi perforasi kornea.
Pemakaian obat – obat ini dapat menekan gejala – gejala klinis dari suatu penyakit infeksi.
Pemakaian jangka panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi penyakit.

Efek Samping
Efek samping biasanya terlihat pada pemberian jangka panjang atau pemberian dalam dosis besar, misalnya gangguan elektrolit dan cairan tubuh, kelemahan otot, retensi terhadap infeksi menurun, gangguan penyembuhan luka, meningkatnya tekanan darah, katarak, gangguan pertumbuhan pada anak – anak, insufisiensi adrenal, Cushing’s Syndrome, osteoporosis, tukak lambung.

Interaksi Obat
Berikan makanan untuk meminimumkan iritasi gastrointestinal.
Penggunaan bersama – sama antiinflamasi non-steroid atau antireumatik lain dapat mengakibatkan risiko gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal.
Penggunaan bersama – sama dengan antidibetes harus dilakukan penyesuaian dosis.
Pasien yang menerima vaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi.
Read more...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 

 
Copyright © 2013. Medica Farma - All Rights Reserved