Change Your Language

 
Showing posts with label Obat Kimia. Show all posts
Showing posts with label Obat Kimia. Show all posts

Teosal

0 komentar

Komposisi
Tiap tablet mengandung:
Salbutamol       1  mg
Theophylline  130 mg

Farmakologi
Salbutamol merupakan suatu senyawa selektif merangsang reseptor β-2 adrenergik pada otot bronkus.
Theophylline merupakan turunan methylxanthine yang mempunyai efek antara lain merangsang susunan saraf pusat dan melemaskan otot polos terutama bronkus.

Indikasi
Sebagai bronkodilator pada penderita asma dan bronkitis kronis.

Kontraindikasi
Hipertiroidisme.
Tirotoksiklasi.
Penderita tukak lambung.
Penderita yang hipersensitif terhadap salah satu komponen obat.

Dosis:
Dewasa                             : 3 kali sehari, 1 tablet.
Anak – anak 6 – 12 tahun  : 3 kali sehari, ½ tablet

Peringatan dan Perhatian
Hati – hati penggunaan pada penderita dengan hipertiroidisme, penyakit jantung, dan hipertensi berat.
Hati – hati penggunaan pada penderita penyakit hati, epilepsi dan laktasi, wanita hamil, anak – anak dibawah 6 tahun, penderita usia diatas 55 tahun terutama pada pria dan pada penderita penyakit paru – paru kronik.
Jangan diberikan bersama – sama obat dari golongan Beta-blocker.
Hati – hati pemberian pada hipoksemia.
Dapat terjadi retensi urin pada penderita hipertropfi prostat.
Dapat mengiritasi saluran gastrointestinal.

Efek Samping
Pada dosis yang dianjutkan tidak ditemukan efek samping yang serius.
Pada dosis besar dapat menyebabkan tremor halus pada otot skelet, palpitasi, takikardia, sakit kepala.
Gejala yang mungkin timbul yaitu gangguan pada lambung seperti rasa mual, muntah.
Pada anak – anak bisa terjadi : hematemesis, stimulasi SSP-diaforesis dan demam.
Reaksi hipersensitivitas : angioedema, urtikaria, bronkospasm, hipotensi, dan kolaps pernah dilaporkan tetapi jarang.
Hipokalemia.

Interaksi Obat
Theophylline bersifat antagonis terhadap aktivitas urikosurik dari turunan pirazolon terhadap probenesid dan terhadap sulfinpirazon.

Harus Dengan Resep Dokter
Read more...

Glibenclamide

0 komentar

Komposisi
Tiap kaptab mengandung glibenklamida 5 mg

Cara kerja obat
Glibenklamida adalah hipoglikemik oral derivat sulfonil urea yang bekerja aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenklamia bekerja dengan merangsang sekresi insulin dari pankreas. Oleh karena itu glibenklamida hanya bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang pankreasnya masih mampu memproduksi insulin. Pada penggunaan per oral glibenklamida diabsorpsi sebagian secara cepat dan tersebar ke seluruh cairan ekstrasel, sebagian besar terikat dengan protein plasma. Pemberian glibenklamida dosis tunggal akan menurunkan kadar gula darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat bertahan selama 15 jam. Glibenklamida dieksresikan bersama feses dan sebagai metabolit bersama urin.

Indikasi
Diabetes melitus pada orang dewasa, tanpa komplikasi yang tidak responsif dengan diet saja.

Dosis
Dosis awal 1 kaptab sehari sesudah makan pagi, setiap 7 hari ditingkatkan dengan ½ - 1 kaptab sehari sampai kontrol metabolit yang optimal tercapai.
Dosis awal untuk orang tua 2,5 mg/sehari.
Dosis tertinggi 3 kaptab sehari dalam dosis terbagi.

Peringatan dan Perhatian
pada keadaan stres, terapi dilakukan harus dengan insulin.
Hati – hati bila diberikan pada orang yang lanjut usia.

Efek samping
Kadang – kadang terjadi gangguan saluran cerna seperti ; mual, muntah dan nyeri epigastrik.
Sakit kepala, demam, reaksi alergi pada kulit.

Kontraindikasi
Glibenklamida tidak boleh diberikan pada diabetes melitus juvenil, prekoma dan koma diabetes, gangguan fungsi ginjal berat dan wanita hamil.
Gangguan fungsi hati, gangguan berat fungsi tiroid atau adrenal.
Ibu menyusui :
Diabetes melitus dan komplikasi (demam, trauma, gangren).
Pasien yang mengalami oprasi.

Interaksi obat
Efek hipoglikemia ditingkatkan oleh alkohol, siklofosfamid,  antikoagulan kumarina, inhibitor MAO, fenilbutazon, penghambat beta adrenergik, sulfonamida.
Efek hipoglikemia diturunkan oleh adrenalin, kortikosteroid, tiazida.

Ket : HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Read more...

Voltadex®

0 komentar

Risiko Kardiovaskuler
AINS dapat menyebabkan peningkatan risiko kardiovaskuler serius, infark miokard, dan stroke, yang dapat berakibat fatal. Risiko ini meningkat dengan lamanya penggunaan. Pasien dengan penyakit kardiovaskuler atau yang memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskuler (lihat Peringatan)
Diclofenac sodium dikontraindikasikan untuk pengobatan nyeri pascaopratif pada bedah pintas koroner (lihat Peringatan)
AINS menyebabkan peningkatan risiko efek samping serius pada saluran cerna, termasuk perdarahan, ulserasi dan perforasi lambung atau usus, yang dapat berakibat fatal. Efek samping ini dapat terjadi kapanpun selama penggunaan, tanpa adanya gejala peningkatan. Pasien lansia berisiko lebih besar untuk efek samping serius pada saluran cerna (lihat peringatan)



Komposisi
VOLTADEX®25 mg
Tiap tablet salut enterik mengandung:
Diclofenac Sodium  25 mg

VOLTADEX®50 mg
Tiap tablet salut enterik mengandung:
Diclofenac Sodium  50 mg

Farmakologi
Diclofenac sodium adalah turunan asam fenil asetat yang memiliki khasiat antirematik, anti-inflamasi, antipiretik dan analgetik.

Indikasi
Nyeri yang disebabkan oleh inflamasi non-rematik.
Artritis rematik, osteoartritis, spondilitis ankilosa, spondiloartritis.

Kontraindikasi
Ulkus peptikum
Reaksi hipersensitif terhadap diclofenac.
Tidak diberikan pada pasien mengalami serangan asma, urtikaria atau rhinitis bila menggunakan aspirin atau antiinflamasi lainnya.

Dosis
25 – 50 mg, 3 kali sehari.
Untuk pengobatan jangka panjang cukup 75 – 100 mg sehari.
Dosis sehari jangan melebihi 150 mg.
Anak – anak umur 6 tahun atau lebih : 1 – 3 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi.
Tablet harus ditelan utuh pada waktu atau sesudah makan.

Efek Samping
Pada umumnya diclofenac sodium ditoleransi dengna baik dalam tubuh.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah gangguan saluran cerna, selain itu dapat pula pula timbul rasa sakit kepala, mual, muntah, kembung, sukar tidur, ruam kulit, dan pruritus dengan insiden yang lebih jarang terjadi.

Peringatan dan Perhatian
Efek Kardiovaskuler
Kejadian trombolitik kardiovaskuler.
Uji klinis dengan berbagai COX-2 selektif dari AINS nonselektif sampai dengan tiga tahun menunjukkan peningkatan resiko trombolitik kardiovaskuler (KV) serius, infark miokard, dan stroke yang dapat berakibat fatal. Semua AINS, baik COX-2 selektif maupun non selektif, dapat menyebabkan risiko yang sama.
Risiko meningkat pada pasien dengan penyakit KV atau memiliki faktor risiko penyakit KV. Untuk mengurangi risiko efek samping tersebut, AINS harus diberikan dengan dosis efektif terendah dan lama pengobatan sesingkat mungkin. Dokter dan pasien harus waspada terhadap terjadinya efek samping tersebut, walaupun tidak ada gejala KV sebelumnya. Pasien harus diberi informasi mengenai tanda dan/atau gejala KV serius dan langkah yang harus dilakukan jika tanda dan/atau gejala tersebut muncul.

Tidak ada bukti bahwa penggunaan bersama asetosal dapat mengurangi peningkatan risiko efek samping trobotik KV serius oleh AINS. Penggunaan AINS bersama dengna asetosal justru meningkatkan risiko efek samping serius pada saluran cerna (lihat Peringatan saluran cerna).
Hipertensi
AINS dapat menyebabkan munculnya hipertensi baru atau memperberat hipertensi yang sudah ada yang dapat berakibat pada peningkatan efek samping KV. AINS dapat menurunkan efek antihipertensi tiazid atau diuretik kuat. AINS, termasuk diclofenac sodium harus digunakan dengan hati – hati pada pasien hipertensi. Tekanan darah harus dimonitor sejak awal dan selama terapi dengan AINS.
Gagal jantung kongestif dan edema
Retensi cairan dan edema telah terlihat pada beberapa pasien yang menggunakan AINS. Diclofenac sodium harus digunakan dengna hati – hati pada pasien dengan retensi cairan atau gagal jantung
Saluran Cerna-Risiko Ulserasi, Perdarahan, dan Perforasi
AINS, termasuk diclofenac sodium, dapat menyebabkan efek samping saluran cerna serius termasuk inflamasi, perdarahan, ulserasi, dan perforasi lambung, usus kecil atau usus besar yang dapat berakibat fatal. Efek samping serius ini dapat terjadi kapanpun, dengan atau tanpa gejala peringatan. Hanya satu dari 5 pasien yang mengalami efek samping serius pada saluran cerna atas menunjukkan gejala. Ulkus pada saluran cerna atas, perdarahan, atau perforasi yang disebabkan AINS terjadi pada sekitar 1% pasien yang diobati selama 3 – 6 bulan, dan pada kira – kira 2 – 4% pasien yang diobati selama 1 tahun. Penggunaan yang lebih lama cenderung meningkatkan kemungkinan terjadinya efek samping saluran cerna serius. Namun, terapi jangka pendek bukan berarti tanpa resiko.

AINS harus diresepkan dengan sangat berhati – hati pada pasien yang memiliki riwayat penyakit tukak atau perdarahan saluran cerna. Pasien dengan riwayat tukak peptik dan atau perdarahan saluran cerna yang menggunakan AINS memiliki risiko terjadinya perdarahan saluran cerna 10 kali lipat dibandingkan dengan pasien tanpa faktor risiko tersebut. Faktor lain yang meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna adalah bersama kortikosteroid atau antikoagulan oral, penggunaan AINS yang lama, merokok, penggunaan alkohol, usia lanjut dan status kesehatan yang buruk. Sebagian besar laporan spontan efek samping saluran cerna fatal terjadi pada pasien lanjut usia atau pasien yang sangat lemah. Oleh karena itu, perhatian khusus harus diberikan dalam mengobati populasi ini.
Untuk mengurangi resiko efek samping saluran cerna pada pasien yang diobati dengan AINS, dosis efektif terendah garus diberikan dengan lama pengobatan sesingkat mungkin. Dokter dan pasien harus waspada terhadap tanda dan gejala ulserasi dan perdarahan saluran cerna selama terapi dengan AINS. Jika dicurigai adanya efek samping saluran cerna yang serius, segera dilakukan evaluasi serta pengobatan tambahan. Untuk pasien berisiko tinggi, terapi alternatif yang tidak melibatkan AINS dapat dipertimbangkan.
Karena kegagalan ginjal akut mungkin dapat terjadi pada penderita yang sudah mempunyai gangguan fungsi ginjal, maka pada penderita seperti ini pemberian diclofenac sodium harus dengan hati – hati dan fungsi ginjal harus dimonitor.
Hati – hati bila digunakan pada wanita hamil atau menyusui kecuali bila sangat diperlukan.

Interaksi Obat
-

Ket : Harus dengan resep dokter
Read more...

Captopril

0 komentar

Komposisi
Setiap tablet mengandung kaptopril 12,5 mg.
Setiap tablet mengandung kaptopril 25   mg.
Setiap tablet mengandung kaptopril 50   mg.

Cara Kerja Obat
Kaptopril merupakan obat antihipertensi dan efektif dalam penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem renin angiotensin sidosteron.
Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada globulin plasma untuk memproduksi angiotensin I yang bersifat inaktif. “Angiotensin Converting Enzyme” (ACE), akan merubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang bersifat aktif dan merupakan vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron dalam korteks adrenal.
Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal merentensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, kaptopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin II terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung, baik ‘afterload’ maupun ’fre-load’, sehingga terjadi peningkatan kerja jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak menimbulkan reflek takikardia.

Indikasi
Untuk hipertensi berat hingga sedang, kombinasi dengan tiazida memberikan efek aditif, sedangkan kombinasi dengan beta bloker memberikan efek yang kurang aditif. Untuk gagal jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis, dalam hal ini pemberian kaptopril diberikan bersama diuretik dan digitalis.

Dosis
Kaptopril harus diberikan 1 jam sebelum makan, dosisnya sangat tergantung dari kebutuhan penderita (individual).
Dewasa
Hipertensi : dosis awal : 12,5 mg tiga kali sehari.  
Bila setelah 2 minggu, penurunan tekanan darah masih belum memuaskan maka dosis dapat ditingkatkan menjadi 25 mg tiga kali sehari. Bila setelah 2 minggu lagi, tekanan darah masih belum terkontrol sebaiknya ditambahkan obat diuretik golongan tiazida misal hidroklorotiazida 25 mg setiap hari.
Dosis diuretik mungkin dapat ditingkatkan pada interval satu sampai dua minggu. Maksimum dosis kaptopril untuk hipertensi sehari tidak boleh lebih dari 450 mg.
Gagal jantung 12,5 mg – 25 mg tiga kali sehari, diberikan bersama diuretik dan digitalis, dari awal terapi harus dilakukan pengawasan medik secara ketat. Untuk penderita dengan gangguan fungsi ginjal dosis perlu dikurangi disesuaikan dengan klirens kreatinin penderita.

Peringatan dan Perhatian
Keamanan penggunaan pada wanita hamil belum terbukti, bila terjadi kehamilan selama pemakaian obat ini, maka pemberian obat harus dihentikan dengan segera.
Harus diberikan dengan hati – hati pada wanita menyusui, pemberian ASI perlu dihentikan karena ditemukan kadar dalam ASI lebih tinggi daripada kadar dalam darah ibu.
Pemberian pada anak – anak masih belum diketahui keamanannya,  sehingga obat ini hanya diberikan bila tidak ada obat lain yang efektif.
Pemakaian pada lanjut usia harus hati – hati karena sensitivitasnya terhadap efek hipotensif.
Hati – hati pemberian pada penderita penyakit ginjal.
Pengobatan agar dihentikan bila terjadi gejala – gejala angiodema seperti bengkak mulut, mata, bibir, lidah, laring juga sukar menelan, sukar bernafas dan serak.
Konsultasikan ke dokter bila menggunakan suplemen potassium, potassium sparing diuretic dan garam – garam potassium.
Pemakaian obat penghambat ACE pada kehamilan dapat menyebabkan gangguan/klainan organ pada fetus atau neonatus, bahkan dapat menyebabkan kematian fetus atau neonatus.
Pada kehamilan trimester II dan III dapat menimbulkan gangguan antara lain : hipotensi, hipoplasia tengkorak neonatus, anuria, gagal ginjal reversible atau ireversible dan kematian. Juga dapat terjadi oligohidramnios, deformasi kraniofasial, perkembangan paru hipoplasi, kelahiran prematur, perkembangan retardasi – intrauteri, paten duktus arteriosus.
Bayi dengan riwayat dimana selama di dalam kandungan ibunya mendapat pengobatan penghambat ACE, harus diobservasi tentang kemungkinan terjadinya hipotensi, oligouria dan hiperkalemia.
Efek Samping
Kaptopril menimbulkan proteinuria lebih dari 1 g sehari pada 0,5 % penderita dan pada 1,2 % penderita dengan penyakit ginjal. Dapat terjadi sindroma nefrotik serta membran glomerulopati pada penderita hipertensi. Karena proteinuria umumnya terjadi dalam waktu 8 bulan pengobatan maka penderita sebaiknya melakukan pemeriksaan protein urin sebelum dan setiap bulan selama 8 bulan pertama pengobatan.
Neutropenia/agranulositosis terjadi kira – kira 0,4 % penderita. Efek samping ini terutama terjadi penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Neutropenia ini muncul dalam 1 – 3 bulan pengobatan, pengobatan agar dihentikan sebelum penderita terkena penyakit infeksi. Pada penderita dengan resiko tinggi harus dilakkukan hitung leukosit sebelum pengobatan, setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama pengobatan dan secara periodik. Pada penderita yang mengalami tanda – tanda infeksi akut (demam, faringitis) pemberian kaptopril harus segera dihentikan karena merupakan petunjuk adanya neutropenia.
Hipotensi dapat terjadi 1 – 1,5 jam setelah dosis pertama dan beberapa dosis berikutnya, tapi biasanya tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan rasa pusing yang ringan. Tetapi bila mengalami kehilangan cairan, misalnya akibat pemberian diuretik, diet rendah garam, dialisis, munta, diare, dehidrasi maka hipotensi tersebut menjadi lebih berat. Maka pengobatan dengan kaptopril perlu dilakukan pengawasan medik yang ketat, terutama pada penderita gagal jantung yang umumnya mempunyai tensi yang normal atau rendah. Hipotensi berat dapat diatasi dengan infus garam faal atau dengan menurunkan dosis kaptopril atau diuretiknya.
Sering terjadi ruam pruritus, kadang – kadang terjadi demam dan eosinofilia. Efek tersebut biasanya ringan dan menghilang beberapa hari setelah dosis diturunkan.
Terjadi perubahan rasa (taste alteration), yang biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama dan menghilang meskipun obat diteruskan.
Retensi kalium ringan sering terjadi, terutama pada penderita gangguan ginjal, sehingga perlu diuretik yang meretensi kalium seperti amilorida dan pemberiannya harus dilakukan dengan hati – hati.

Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap kaptopril atau penghambat ACE lainnya (misalnya pasien mengalami angioedema selama pengobatan dengan penghambat ACE lainnya).

Interaksi Obat
Alkohol
Obat anti inflamasi terutama indometasin.
Suplemen potassium atau obat yang mengandung potassium.
Obat – obat berefek hipotensi.
Read more...

Methylprednisolone

0 komentar
Komposisi:
Methylprednisolone 4
Tiap tablet mengandung :
Metilprednisolon 4 mg

Methylprednisolone 8
Tiap tablet mengandung :
Metilprednisolon 8 mg

Methylprednisolone 8
Tiap tablet mengandung :
Metilprednisolon 16 mg

Farmakologi
Metilprednisolon adalah glukokortikoid turunan prednisolon yang mempunyai efek kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya. Metilprednisolon tidak mempunyai aktivitas retensi natrium seperti glukokortikosteroid yang lain.

Indikasi
Abnormalitas fungsi adrenokortikal, penyakit kolagen, keadaan alergi dan peradangan pada kulit dan saluran pernafaan tertentu, penyakit hematologik, hiperkalsemia sehubungan denga kanker.

Kontraindikasi
Infeksi jamur sistemik pada pasien hipersensitif.
Pemberian kortikosteroid yang lama merupakan kontraindikasi pada ulkus duodenum dan peptikum, osteoporosis berat, penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes.
Pasien sedang diimunisasi.

Dosis
Dewasa
Dosis awal dari metilprednisolon dapat bermacam – macam dari 4 mg – 48 mg per hari, dosis tunggal atau terbagi, tergantung keadaan penyakit.
Dalam sklerosis multipel:
Oral 160 mg sehari selama 1 minggu, kemudian 64 mg setiap 2 hari sekali dalam 1 bulan.
Anak – anak
Insufisiensi adrenokortikal:
Oral 0,117 mg/kg BB atau 3,33 mg per m2 luas permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi tiga.
Indikasi lain
Oral 0,417 mg – 1,67 mg /kg BB atau 12,5 mg – 50 mg per m2 luas permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi 3 atau 4.

Peringatan dan perhatian
Tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui, kecuali memang benar – benar dibutuhkan, dan bayi yang lahir dari ibu yang ketika hamil menerima terapi kortikosteroid ini harus diperiksa. Kemungkinan adanya gejala hipoadrenalism.
Pasien yang menerima terapikortikosteroid ini dianjurkan tidak divaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi, untuk mencegah kumungkinan bahaya neurologi.
Tidak dianjurkan untuk bayi dan anak – anak, karena penggunaan jangka panjang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Jika kortikosteroid digunakan pada pasien TBC laten atau Tuberculin Reactivity perlu dilakukan pengawasan yang teliti sebagai pengaktifan kembali penyakit yang terjadi.
Ada peningkatan efek kortikosteroid pada pasien dengan hipotiroid dan sirosis.
Tidak dianjurkan penggunaan pada penderita ocular herpes simplex, karena kemungkinan terjadi perforasi kornea.
Pemakaian obat – obat ini dapat menekan gejala – gejala klinis dari suatu penyakit infeksi.
Pemakaian jangka panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi penyakit.

Efek Samping
Efek samping biasanya terlihat pada pemberian jangka panjang atau pemberian dalam dosis besar, misalnya gangguan elektrolit dan cairan tubuh, kelemahan otot, retensi terhadap infeksi menurun, gangguan penyembuhan luka, meningkatnya tekanan darah, katarak, gangguan pertumbuhan pada anak – anak, insufisiensi adrenal, Cushing’s Syndrome, osteoporosis, tukak lambung.

Interaksi Obat
Berikan makanan untuk meminimumkan iritasi gastrointestinal.
Penggunaan bersama – sama antiinflamasi non-steroid atau antireumatik lain dapat mengakibatkan risiko gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal.
Penggunaan bersama – sama dengan antidibetes harus dilakukan penyesuaian dosis.
Pasien yang menerima vaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi.
Read more...

Rifampicin

0 komentar

Komposisi
Tiap kaplet salut selaput mengandung rifampicin 450 mg
Tiap kaplet salut selaput mengandung rifampicin 600 mg

Farmakologi
Rifampicin merupakan antibiotik semisintetik yang mempunyai efek bakterisid terhadap mikobakteri dan organisme Gram positif. Pada dosis tinggi juga efektif terhadap organisme Gram Negatif. Mekanisme kerja adalah dengan menghambat sintesa RNA dan mikobakterium.

Indikasi
Untuk pengobatan tuberkulosa dalam kombinasi dengan antituberkulosis lain.
Untuk pengobatan lepra, digunakan dalam kombinasi dengna senyawa leprotik lain.

Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.
Penderita jaundice, pofiria.

Dosis
Sebaiknya obat diminum 30 menit – 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
Diberikan dalam dosis tunggal:
Tuberkulosa:
Dewasa
Berat badan > 50 kg : 600 mg sehari.
Berat badan < 50 kg : 450 mg sehari.
Untuk penderita dengan gangguan fungsi hati, dosis tidak boleh lebih dari 8 mg/kg BB.
Anak – anak (sampai usia 12 tahun) : 10 – 20 mg/kg BB (jangan melebihi 600 mg sehari).
Lepra:
Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg/kg BB.
Dosis lazim pasien dengna berat 50 kg atau lebih adalah 600 mg perbulan dan dengan berat badan kurang dari 50 kg adalah 450 mg perbulan.

Efek Samping
Gangguan gastrointestinal dan gangguan fungsi hati.
Pernah dilaporkan timbulnya ikterus, purpura, reaksi kepekaan kulit.
Trombositopenia, leukopenia.
Dapat terjadi abdominal distress (ketidaknyamanan pada perut) dan pernah dilaporkan terjadinya kolitis pseudo membran.
Juga pernah dijumpai keluhan – keluhan seperti influenza (flu syndrome), demam, nyeri otot dan sendi.

Peringatan dan Perhatian
Pemberian pada penderita gangguan fungsi hati hanya jika diperlukan.
Pada pengobatan jangka panjang dianjurkan untuk melakukan pemerikasaan fungsi hati dan hitung jenis darah secara periodik.
Apabila ada tanda – tanda komplikasi serius, seperti gagal ginjal, anemia hemolitik, thrombositopenia atau kelainan fungsi hati maka pengobatan harus dihentikan.
Keamanan penggunaan pada wanita hamil dan menyusui belum jelas diketahui.
Rifampicin menyebabkan warna urin, feses, air mata, air ludah, keringat menjadi kemerah – merahan terutama pada permulaan pengobatan, sehingga perlu diberitahukan sebelumnya kepada pasien.
Rifampicin juga dapat menyebabkan pewarnaan yang menetap pada lensa kontak yang lunak.

Interaksi obat
Rifampicin menurunkan respons antikoagulansia, antidiabetik, kinidin, preparat digitalis, kortikosteroid, siklosporin, fenitoin, analgesik.
Penggunaan bersama PAS akan menghambat absorbsi, sehingga harus ada selang waktu  8 – 12 jam.
Rifampicin mengganggu efektivitas absorbsi tolbutamid, ketokonazole.

Over Dosis
Bila terjadi overdosis, lakukan pengosongan lambung segera dan berikan pengobatan seperlunya.
Read more...

Dexteem Plus®

0 komentar


Komposisi
Tiap tablet dexteem plus mengandung :
Dexchlorpheniramine Maleat                      2    mg
Dexamethazone micronised                        0,5 mg

Farmakologi:
Dexteem Plus merupakan kombinasi Dexchlorpheniramine Maleat dengan dexamethazone yang mempunyai daya anti inflamasi, antiallergi dan antihistamin.
Dexchlorpheniramine Maleat merupakan suatu antihistamin yang bekerja dengan cara menghambat pelepasan histamin dan mediator-mediator inflamatory yang lain dari mast cells dan Basofil.
Sebagai antihistamin dapat bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitifitas atau keadaan lain dimana terjadi pelepasan histamin endogen.
Dexamethazone merupakan suatu kortikosteroid yang bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel jaringan yang responsif melalui membran plasma secara difusi pasif, kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks reseptor-steroid, kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologik steroid.

Indikasi
Dexteem Plus berguna untuk mengatasi :
Kasus alergi dimana diperlukan terapi dengan kortikosteroid.

Kontra Indikasi
Penderita hipersensitif terhadap komponen dalam dexteem plus atau obat-pbat dengan struktur kimia yang serupa.
Bayi yang baru lahir dan prematur.
Penderita dengan infeksi jamur sistemik.
Penderita yang sedang mengalami terapi penghambat monoamine oksidase (MAO).
Penderita tukak lambung aktif, Herpes simplex pada mata.

Dosis
Dewasa dan anak diatas 12 tahun : dosis awal 1 tablet setiap 4-6 jam sehari sesudah makan dan sebelum tidur.

Efek Samping
Seperti halnya kortikosteroid lainnya a.l. gangguan keseimbangan elektrolit, muskuloskeletal, ophtalmik, metabolik dan psikiatrik, dermatologik, endokrin dan saluran pencernaan.
Seperti halnya antihistamin lainnya a.l. tasa kantuk yang ringan, mulut, hidung dan tenggorokan kering, retensi urunaria, gangguan gastrointestinal, sedasi, dizziness dan vertigo.

Perhatian/Peringatan
Hati-hati bila digunakan pada penderita, glaucoma, riwayat tukak lambung yang aktif atau kronis, hipertensi, osteoporosis, miastenia gravis, epilepsi, payah jantung, penderita dengan riwayat ulceratif kolitis, prostatism.
Bila diberikan pada penderita diabetes perlu diberikan penyesuaian dosis dari obat anti diabetik.
Dexamethason dapat menambah napsu makan sehingga dapat menambah berat badan.
Hati-hati bila digunakan pada penderita yang melakukan aktivitas yang memerlukan kewaspadaan, karena dapat menimbulkan rasa kantuk.
Pemakaian bersama alkohol, antidepresan trisiklik, barbiturat atau depresan SSP lainnya dapat mempotensiasi efek sedasi dari Dexteem Plus.
Tidak dianjurakan pemakaian pada wanita hamil dan menyusui karena keamanannya belum diketahui dengna pasti.
Pada penggunaan jangka panjang hindari penghentian secara tiba-tiba.
Pemakaian obat ini dapat menekan gejala-gejala klinis dari suatu penyakit.

Interaksi Obat
Pemakaian bersama antikoagulan dapat menaikkan atau menurunkan waktu protrombin. Dengan diuretik pendepresi kalium dapt meningkatkan resiko hipokalemia.
Pemakaina bersama-sama dengan :
Rifampicin, karbamazepin, fenobarbital, fenitoin, primidon, aminoglutetimid, barbital, mempercepat metabolisme dari kortikosteroid, (menurunkan efek)
Antidiabetik : antagonis terhadap efek hipoglikemia.
Karbinoxolon : meningkatkan resiko hipokalemia.
Pemakaian kortikosteroid dosis tinggi dengan fenoterol, pirbuterol, reproterol, rimiterol, ritodril, salbutamol dan terbutalin dalam dosis tinggi akan mengakibatkan hipokalemia.
Antihipertensi : antagonis terhadap efek hipotensi.
Read more...

Allopurinol

0 komentar
Komposisi
Tiap tablet mengandung alopurinol 100 mg

Cara kerja obat
Alopurinol adalah obat penyakit piyai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Alopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat. Dalam tubuh alopurinol mengalami metabolisme menjadi oksipurinol (alozatin) yang juga bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase. Mekanisme kerja senyawa ini berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi produksi asam urat, tanpa mengganggu biosintesa purin.

Indikasi
Gout dan hiprurisemia

Posologi
Dewasa :
Dosis awal 100 mg sehari dan ditingkatkan setiap minggu sebesar 100 mg sampai dicapai dosi optimal.
Dosis maksimal yang dianjurkan 800 mg sehari.
Pasien dengan gangguan ginjal 100-200 mg sehari
Anak 6-10 tahun :
Bila disertai penyakit kanker, dosis maksimal 300 mg sehari.
Anak dibawah 6 tahun:
Dosis maksimal 150 mg sehari.

Peringatan dan perhatian
Hati-hati pemberian pada penderita yang hipersensitif dan wanita hamil.
Hindari penggunaan pada penderita dengan gagal ginjal atau penderita dengan hiprurisemia asimptomatik.
Hentikan pengobatan dengan alopurinol bila timbul kemerahan kulit atau demam.
Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan katarak.
Semalam pengobatan dianjurkan melakukan pemeriksaan mata secara berkala, hentikan penggunaan bila terjadi gejala kerusakan lensa mata.
Penggunaaan pada wanita hamil, hanya bila ada pertimbangan manfaat dibandingkan resikonya.
Alopurinol dapat meningkatkan frekuensi serangan artitis gout akut sehingga sebaiknya obat antiinflamasi atau kolkisin diberikan bersama pada awal terapi.
Hati-hati bila diberikan bersama dengan vidarabin.

Efek samping
Reaksi hipersensitivitas : ruam makulapapular didahului pruritus, urtikaria, eksfoliatif dan lesi purpura, dermatitis, nefritis, faskulitis, dan sindrome poliartritis, demam, eosinofilia, kegagalan hati dan ginjal, mual, muntah diare, rasa ngantuk, sakit kepala dan rasa logam.

Kontra indikasi
Alergi terhadap alopurinol.
Penderita dengan penyakit hati dan ”bone marrow suppression”.

Interaksi obat
Pemberian alopurinol bersama dengan azatioprin, merkaptopurin atau silofofamid, dapat miningkatkan efek toksik dari obat tersebut.
Jangan diberikan bersama-sama dengan garam besi dan obat diuretik golongan tiazida.
Dengan warfarin dapat menghambat metabolisme obat di hati. 
Read more...

Ketokonazole

0 komentar

Komposisi
Tiap tablet mengandung :
Ketokonazole               200 mg

Farmakologi
Ketokonazole adalah suatu  derivat imidazole-dioxolan sintesis yang memiliki aktivitas antimikotik yang poten terhadap dermatofit, ragi, misalnya Tricophyton sp, Epidermophyton floccosum, Pityrosporum sp, candida sp.
Ketokonazole bekerja dengan menghambat sitokorm P450 jamur, dengan mengganggu sintesis ergosterol yang merupakan komponen penting dari membran sel jamur.

Indikasi
Infeksi pada kulit, rambut dan kuku (kecuali kuku kaki) yang disebabkan oleh dermatofit dan/atau ragi (dermatofitosis, nikomikosis, Candida paronychia, pitiriasis vesikolor, pitiriasis kapatis, folikulitis, kandidosis mukokutan kronik),
Bila infeksi ini tidak dapat diobati secara topikal karena tempat lesi tidak di permukaan kulit atau kegagalan pada terapi topikal.
Infeksi ragi pada saluran pencernaan.
Kandidosis vagina kronik dan kandidosis rekuren. Pada terapi lokal penyembuhan infeksi yang kurang berhasil.
Infeksi mikosis sistemik seperti kandidosis sistemik, parakosidiodomikosis, histoplasmosis, koksidiodomikosis, blastomikosis.
Pengobatan profilaksis pada pasien yang mekanisme pertahanan tubuhnya menurun (keturunan, disebabkan penyakit atau obat), berhubungan dengan meningkatnya resiko infeksi jamur. Ketokonazole tidak dipenetrasi dengan baik ke dalam susunan saraf pusat. Oleh karena itu meningitis jamur jangan diobati dengan ketokonazole oral.

Kontra indikasi
Penderita hati akut atau kronik.
Hipersensitif terhadap ketokonazole atau salah satu komponen obat ini.
Pada pemberian per oral ketokonazole tidak boleh diberikan bersama-sama dengan terfenadin, astemizol, cisaprid dan triazolam.
Wanita hamil.

Dosis
Pengobatan kuratif.
Dewasa:
Infeksi kulit, gastrointestinal dan sitemik : 1 tablet (200mg) sekali sehari pada waktu makan. Apabila tidak ada reaksi dengan dosis ini, dosis ditingkatkan menjadi 2 tablet (400 mg) sekali sehari pada waktu makan.
Kandisosis vagina: 2 tablet (400 mg)sekali sehari pada waktu makan.
Anak-anak:
Tidak boleh digunakan untuk umur < 2 tahun.
Anak dengan berat badan kurang dari 15 kg : 20 mg 3 kali sehari pada waktu makan.
Anak dengan berat badan 15-30 kg: 100 mg sekali sehari pada waktu makan.
Anak dengan berat badan lebih dari 30 kg : sama dengan dewasa.
Pada umumnya dosis diteruskan tanpa interupsi sampai minimal 1 minggu setelah semua simtom hilang dan sampai kultur pada media menjadi negatif.

Pengobatan profilaksis:
1 tablet (200 mg) sekali sehari pada waktu makan.
Lama pengobatan:
Kandidosis vagina 5 hari.
Mikosis pada kulit yang disebabkan oleh dermatofit: kurang lebih 4 minggu.
Pitiriasis versikolor : 10 hari.
Mikosis mulut dan kulit yang disebabkan oleh kandida : 2 – 3 minggu.
Infeksi rambut : 1 – 2 bulan.
Infeksi kuku : 3 – 6 bulan bila belum ada perbaikan dapat dilanjutkan hingga 12 bulan.
Dipengaruhi juga dengan kecepatan pertumbuhan kuku, sampai kuku yang terinfeksi digantikan oleh kuku yang normal.
Kandidosis sistemik : 1 -2 bulan.
Parakoksidioidomikosis, histoplasmosis, koksidioidomikosis; lama pengobatan optimum 2-6 bulan.

Peringatan dan perhatian
Penting memberikan penjelasan kepada pasien yang diterapi untuk jangka panjang mengenai gejala penyakit hati seperti letih tidak normal disertai dengan demam, urin berwarna gelap, tinja pucat atau ikterus.
Faktor yang meningkatkan resiko hepatitis: wanita berusia diatas 50 tahun, pernah menderita penyakit hati, diketahui mempunyai itoleransi dengan obat, pemberian jangka lama dan pemberianobat bersamaan dengan obat yang mempengaruhi fungsi hati. Tes fungsi hati dilakukan pada pengobatan dengan ketoconazole lebih dari 2 minggu.
Apabila telah didiagnosis sebagai penyakit hati, pengobatan harus dihentikan.
Fungsi adrenal harus dimonitor pada pasien yang menderita insufisiensi adrenal atau fungsi adrenal yang “border line” dan pada pasien dengan keadaan stres yang panjang (bedah besar, intensive care, dll)
Tidak boleh digunakan untuk anak < 2 tahun.
Jangan diberikan pada wanita hamil, kecuali kemungkinan manfaatnya lebih besar dari resiko pada janin.
Kemungkinan dieksresikan dalam air susu ibu, maka ibu yang diobati dengan ketokonazole dianjurkan untuk tidak menyusui.

Efek samping
Dispepsia, nausea, sakit perut dan diare.
Sakit kepala, peningkatan enzim hati yang reversibel, gangguan haid, pusing parestesia dan reaksi alergi.
Trombositopenia, alopesia, peningkatan tekanan intrakranial yang reversibel (seperti papiledema, ”bulging fontanel” pada bayi).
Impotensi (sangat jarang).
Ginekomastia dan oligospermia yang reversibel bila dosis yang diberikan lebih tinggi dari dosis terapi yang dianjurkan
Hepatitis (kemungkinan besar idiosinkrasi) jarang terjadi (terlihat dalam < 1/10.000 penderita). Reversibel apabila pengobatan dihentikan pada waktunya.

Interaksi obat
Pemberian bersama-sama dengan terfenadin dan astemizol.
Absorpsi ketokonazole maksimal bila diberikan pada waktu makan. Absorpsinya terganggu kalau sekresi asam lambung berkurang, pada pasien diberi obat-obat penetral asam (antasida) harus diberikan 2 jam atau lebih setelah ketokonazole.
Pemberian bersama dengan rifampisin dapat menurunkan konsentrasi plasma kedua obat.
Pemberian bersama INH dapat menurunkan konsentrasi plasma ketokonazole, bila kombinasi ini diberikan bersama konsentrasi plasma harus dimonitor.

Over dosis
Tidak ada tindakan khusus yang harus diberikan. Hanya tindakan suportif yang perlu dilakukan seperti bilas lambung.
Read more...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 

 
Copyright © 2013. Medica Farma - All Rights Reserved